Aroma superpel wangi mawar menyeruak ke kamar. Di luar, teh
Enci sepertinya telah sibuk mengepel lorong depan. Kulihat jam, masih di angka
4.40. Masjid sebelah sudah mengaji. Suaranya merdu. Mengantar mataku kembali
beradu.
Sial, memang. Harusnya aku bangun dan mengambil wudhu. Setan
kamar ini nampaknya tak jauh berbeda dengan setan kamar di tempatku yang lama. Ah,
setan itu mungkin saja diri sendiri. Tapi, ya. Aku berpindah tempat tinggal.
Di sini, di Kanayakan...
Cimareme, 18 Januari 2019.
“Stay happy and healthy ya Nurul...” kata mbak Upik. Dia, yang juga atasanku
sekaligus seniorku di kampus, tahu apa yang aku putuskan. Tahu apa yang aku
lakukan.
“Aku resign bukan karena bosan, Mbak” kataku.
“Iya. Do what u love to do. Kalau mau balik, jangan sungkan...”
tuturnya.
Ya, memutuskan resign dengan alasan bosan itu bukan solusi. Sungguh,
kebosanan itu bisa diatasi. Dalam kasusku; berpindah departemen, memilih
menggunakan kendaraan sendiri dibanding fasilitas kantor, memasak makan siang
sendiri, mengubah rute jalan pergi dan pulang. Dan banyak lainnya. Tapi ketika
ada tawaran lain yang membuatmu bisa menambah nilai diri (tak melulu ekonomi)
sila dipertimbangkan.
Maka pagi ini,
suara adhitya sofyan memenuhi kamar,
sinar matahari menembus kaca jendela,
teh hangat masih mengepul,
semangkok oats sekenanya,
aku yang duduk menghadap laptop menuliskan ini,
Welcome, life...
NFR
NFR
Aku hari ini bangun, dengan ibu di tempat tidur sampingku. Kamar 5x4 meter ini menjadi lebih menyenangkan. Karena ibu bertandang.
.
Setelah membuka mata, ia lalu bangun dan mengecup keningku. Mendoakan kesehatanku. Dan tentunya, jodohku. Kubilang padanya; iya, semoga tahun ini aku menikah. Aamiin, bisiknya dalam.
.
Aku di 29. Semakin merasa bahwa hidupku beragam. Aku menjadi sering mencocok2kan sifat. Ketika aku menjadi diam, aku teringat bapak yang sangat lekat dengan sifat itu. Ketika terlampau ramah dengan orang, aku teringat ibuku yang memang demikian.
.
Aku di 29. Justru akan memulai hidup yang anyar. Melepaskan kenyamanan sekian tahun bernaung di satu perusahaan. Aku akan hengkang. Tepat di akhir pekan. Bukan tak dipikirkan, justru berbulan2 lalu sudah bergumul di kepala tentang setiap kemungkinan.
.
Aku di 29. Merasa tak banyak teman. Kata orang, tak apa. Teman itu lebih baik sedikit tapi sefrekuensi. Aku ada satu teman yang dengannya aku bisa sambat apapun. Bahagia maupun kesedihan yanv menimpa. Ah, semoga diapun disegerakan menikah.
.
Aku di 29. Menunggumu. Sekaligus memmbenarkan kata mbak Astri. Tentang kerisauan jodoh yang tak lagi pakai emosi. Lebih realistis dan menata hati. Demi tidak lagi2 tersakiti. Tapi tetap, jangan lama2, aku menunggumu.
.
Aku di 29. Menyimpulkan hidup seperti lirik ini; perempuan di paruh waktu. Hatinya teguh ditempa kalut.
.
Aku di 29. Masih akan kuceritakan yang lainnya di kemudian...
.
NFR